Prestasi sepakbola suatu negara biasanya sangat tergantung pada kualitas liganya. Hal ini karena kualitas kompetisi atau liga dalam negara yang bersangkutan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pemain timnas. Sebagai contoh, jangan sangsikan kualitas Serie A Liga Italia. Walaupun diterpa berbagai skandal, Italia dapat menjadi juara dunia dengan 100% pemain dari Serie A. Ini membuktikan Serie A masih terbukti kualitasnya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Rasanya masih jauh panggang dari api. Kekeringan prestasi di level internasional sebenarnya disebabkan karena buruknya kualitas liga. Keributan antarsuporter, sistem kompetisi yang tidak jelas, jadwal pertandingan yang berubah-ubah selalu mewarnai kompetisi yang hampir berjalan selama tiga belas tahun ini.
Lupakan keributan antarsuporter. Hal itu mungkin sudah menjadi hal “biasa” di Liga Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan Liga Indonesia terasa “aneh” adalah sering berubah-ubahnya format kompetisi. Bayangkan, Liga Indonesia pernah menggunakan sistem satu wilayah, dua wilayah, dan juga tiga wilayah. Jumlah tim yang berpartisipasi pun berubah-ubah. Yang lebih anehnya lagi, suatu sistem kompetisi tak pernah bertahan lebih dari dua tahun. Sepertinya PSSI tak pernah konsisten dalam menjalankan programnya.
Bukti lain keinkonsistenan PSSI adalah mengenai hukuman terhadap pemain maupun klub. Hukuman dapat dengan mudahnya berubah. Sebagai contoh, saat LI XII. Persebaya mengundurkan diri dari babak 8 besar. Semula Persebaya dihukum dua tahun tak boleh berkompetisi. Setelah melakukan banding, hukuman Persebaya direduksi menjadi hanya satu tahun, kemudian menjadi enam bulan, dan akhirnya “hanya” didegradasi ke Divisi I. Contoh lain mengenai hukuman Zaenal Arief yang “kabur” dari timnas. Setelah sebelumnya dihukum enam bulan, sang pemain akhirnya hanya berkewajiban membayar denda dan mengalami hukuman percobaan. Hal ini semakin membuktikan betapa lemahnya hukum di Liga Indonesia.
Hal lain yang membuat Liga Indonesia semakin “aneh” adalah mengenai jadwal pertandingan. Di Liga lain selain Liga Indonesia jadwal pertandingan selalu dilaksanakan secara teratur. Berbeda dengan di Indonesia, dalam satu pekan ada tim yang bertanding dan tidak. Jangan heran kalau ada tim yang sudah bermain 27 kali, namun ada pula yang baru 24 kali bertanding.
Masih berkaitan dengan jadwal, Liga Indonesia selalu mengalami berbagai jeda kompetisi. Hal ini menyebabkan liga berlangsung setahun penuh. Berbagai alasan seperti kepentingan timnas, politik, atupun bulan Ramadhan selalu dijadikan dalih dalam jeda kompetisi. Hal tersebut sebenarnya tidak baik untuk kondisi fisik pemain. Selain itu PSSI juga sangat gemar mengubah jadwal di tengah kompetisi. Suatu kondisi yang mungkin hanya terjadi di Liga Indonesia.
Tanpa Degradasi
Satu hal yang membuat suatu liga menarik adalah adanya promosi dan degradasi. Tentunya sangat menarik menyaksikan perjuangan tim papan bawah yang berjuang keras agar dapat bertahan musim depan. Bagaimana jadinya jika degradasi dihilangkan? Tentunya hal itu dapat membuat suatu liga menjadi hambar dan tanpa esensi. Hal inilah yang beberapa kali terjadi di Liga Indonesia. Parahnya lagi, keputusan tersebut dibuat saat liga tengah berlangsung. Semain lengkaplah “keanehan” Liga Indonesia.
Liga Indonesia X, saat LI menggunakan sistem satu wilayah, tiba-tiba saja PSSI membuat keputusan kontroversial. Degradasi dihilangkan dengan dalih tahun selanjutnya akan menggunakan sistem dua wilayah. Apakah hal tersebut hanya berlangsung sekali saja? Ternyata tidak. Saat LI XII, PSSI menghilangkan degradasi. Kali ini dengan dalih untuk menghormati para korban gempa di Yogyakarta dan sekitarnya.
Seakan tak pernah puas dengan keputusan kontroversialnya, musim ini PSSI kembali membuat keputusan yang benar-benar “aneh”. Degradasi kembali dihilangkan karena tahun depan akan diselenggarakan Liga Super. Pada musim kompetisi musim depan Liga Super diikuti 18 tim, Divisi Utama 34 tim, Divisi Satu 48 tim, Divisi Dua 84 tim. Tak ada degradasi di Divisi Utama dan Divisi Satu (Soccer, No 14/VIII).
Apakah format kompetisi tahun depan benar-benar akan menjadi format kompetisi yang tetap dan tidak akan berubah lagi? Hmm, penulis sendiri ragu akan hal tersebut. So, jangan pernah pernah menyangsikan “keanehan” Liga Indonesia.
Kesimpulan:
Keanehan Liga Indonesia:
1. Jadwal amburadul
2. Kompetisi berjalan setahun lebih
3. Libur lama sekali (selesai Januari, mulai lagi Juli)
4. Ketua umumnya punya kantor di penjara
5. Jumlah tim banyak banget ya 36 tim
Liga Teraneh, Liga Indonesia
This entry was posted on 17.04.00
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar